Pages

http://92bbfde8.linkbucks.com
Your Ad Here

Share your knowledge and get money for review artikel

Wednesday, May 8, 2013

Pulau Weh, Permata Di Ujung Barat Nusantara

Pulau Weh di Provinsi Aceh menawarkan keindahan alam yang luar biasa.

Saya kembali ke Pulau Weh setelah hampir lima tahun berselang. Keindahan pulau ini tetap tidak pudar walau kini makin ramai wisatawan berdatangan. Dari Banda Aceh, saya menumpang kapal feri cepat dari pelabuhan Ulee Lheue. Karena datang pada musim liburan, tiket harus dibeli beberapa hari sebelumnya.
Pantai Sumur Tiga yang sepi dan damai.
Sayangnya, ternyata punya tiket tidak menjamin saya dapat naik ke kapal karena tiket yang dijual jauh melebihi kapasitas kapal. Calon penumpang harus antre, dan bila kapal sudah penuh, bahkan yang sudah punya tiket pun harus menunggu kapal berikutnya.

Beruntung saya berhasil masuk ke ke dalam kapal dan mendapatkan sebuah kursi, sementara suami saya terpaksa duduk di lantai. Satu jam dalam kapal yang penuh sesak dengan ombak yang besar tampaknya cukup berat bagi beberapa penumpang. Kami tiba dengan selamat di Pelabuhan Balohan, Pulau Weh.

Memilih akomodasi di Pulau Weh tidak terlalu sulit, wisatawan biasanya memilih di Iboih, Sumur Tiga, atau Sabang. Jumlah penginapan di pulau ini meningkat drastis sejak terakhir saya ke sini. Kali ini saya memilih menginap di Sumur Tiga.

Lalu, apa saja yang menarik di Pulau Weh. Jawaban termudah tentu saja adalah pantainya. Pantai Sumur Tiga ibaratnya hanya beberapa langkah dari pintu kamar penginapan saya. Pantainya berpasir putih dan bersih, hanya ramai saat akhir pekan atau liburan. Kalau malam suasananya romantis, cocok untuk duduk-duduk sambil menikmati kopi.

Keesokan harinya, menggunakan sepeda motor sewaan, saya menuju ke Iboih. Pantai Iboih diapit oleh Selat Malaka dan Samudera Hindia. Biasanya di sinilah titik awal keberangkatan wisatawan yang ingin menyelam atau melakukan snorkeling. Tidak heran, di pinggir-pinggir pantai terdapat penyewaan jaket pelampung dan peralatan snorkeling. Beberapa operator selam juga berada di ruko-ruko di pinggir pantai ini.
Para wisatawan di Pantai Iboih.
Berbeda dengan Sumur Tiga yang sepi, Iboih sangat ramai. Bus-bus besar mengangkut rombongan wisatawan, demikian juga dengan mobil pribadi dan sepeda motor. Namun, keramaian ini tidak mengurangi keindahan Iboih.

Perairan di sekitar Pulau Weh adalah salah satu titik penyelaman favorit di Indonesia. Suami saya sempat menyelam di sini, dan menurutnya keindahan bawah laut di sekitar Pulau Weh tidak kalah dengan Bunaken dan Derawan.

Pulau Rubiah yang berada di sebelah barat laut Pulau Weh juga sering dikunjungi wisatawan. Nah, laut antara Pulau Rubiah dan Pulau Weh ini memiliki keragaman hayati yang luar biasa. Di sinilah biasanya wisatawan dibawa untuk melakukan snorkeling.
Pemandangan Pulau Rubiah dari Gapang.
Selain wisata pantai, tidak afdol rasanya bila berkunjung ke Pulau Weh tanpa menyempatkan diri ke Tugu Nol Kilometer. Letak tugu ini sekitar 8 kilometer arah barat Iboih. Sebenarnya tugunya sendiri tidak menarik, hanya merupakan sebuah bangunan yang kotor dan tidak terawat. Selain itu, banyak juga coretan di dinding Tugu Nol Kilometer ini.

Tugu ini terdiri dari dua lantai. Di lantai yang bertama terdapat prasasti peresmian tugu oleh wakil presiden RI pada saat itu, Try Sutrisno, pada tahun 1997. Di lantai kedua terdapat prasasti yang bertuliskan posisi geografis Tugu Nol Kilometer ini.
Tugu Nol Kilometer menandai ujung barat Indonesia.
Saya tidak berlama-lama berada di tugu karena saat itu kondisinya sangat ramai. Pengunjung berdesak-desakan untuk bergantian foto dengan prasasti. Kabarnya, pemandangan matahari tenggelam yang terlihat di laut barat Tugu Nol Kilometer sangat indah, namun sayang saya berkunjung saat tengah hari.

Ketika pulang dari Tugu Nol Kilometer menuju ke penginapan di Sumur Tiga, beberapa kali saya berhenti untuk mengambil gambar. Di Gapang, saya sempat terpukau melihat keindahan Pulau Rubiah. Saat itu langit biru bersih dipadu dengan pulau yang hijau dan laut yang berwarna biru jernih. Di sebuah warung kecil, saya menyesap kopi sambil menikmati indahnya alam di ujung barat nusantara ini.

Kunjungi juga blog perjalanan Olenka di www.backpackology.me

Jatuh Cinta Dengan Kyoto

Salah seorang teman yang pernah tinggal di Jepang berkata pada saya, “Kalau Tokyo itu seperti Jakarta, Kyoto lebih seperti Yogya.” Saya pun makin bersemangat merencanakan liburan ke Jepang, untuk merasakan dua kota dengan atmosfer berbeda itu.

Ternyata, saya memang langsung jatuh cinta dengan Kyoto, kota yang merupakan ibu kota kekaisaran Jepang selama lebih dari seribu tahun, sebelum akhirnya berpindah ke Tokyo (yang waktu itu masih bernama Edo).

Dari Tokyo ke Kyoto saya naik kereta Shinkansen dan langsung melihat perbedaan dua kota tersebut. Jumlah gedung tinggi di Kyoto tidak sebanyak di Tokyo. Masyarakatnya juga terlihat lebih santai — mengayuh sepeda untuk pergi ke kantor atau sekolah.

Apalah artinya ke Kyoto tanpa berkunjung ke kuil-kuilnya. Andai punya waktu seminggu penuh pun tidak akan mampu mengunjungi semua kuil di kota ini. Apalagi hanya beberapa hari, seperti saya. Akhirnya, terpaksa saya harus memilih beberapa saja.

Salah satu kuil yang berada di tengah kota bernama Higashi Honganji. Kuil ini sangat dekat dari Stasiun Kyoto, bisa dicapai dengan berjalan kaki selama 5-10 menit. Kuil yang dibangun atas perintah Shogun Tokugawa Ieyasu pada tahun 1602 ini masih terlihat gagah. Memang semua kuil di Jepang selalu terawat dengan baik, renovasi senantiasa dilakukan tanpa mengurangi karakteristik aslinya.
Kiyomizu-dera adalah kuil favorit wisatawan. (Olenka Priyadarsani)
Keesokan harinya, menggunakan bus umum, saya mengunjungi sebuah kuil lain, yaitu Kiyomizu-dera. Kuil ini ibaratnya objek wisata wajib yang dikunjungi bila Anda berada di Kyoto. Setibanya di sana, memang terlihat betapa populer kuil ini. Banyak rombongan karyawisata murid-murid sekolah SMP maupun SMA, wisatawan domestik, maupun turis internasional seperti saya.

Seperti layaknya banyak kuil yang dibangun pada masa Heian, Kiyomizu-dera juga memiliki warna dominan merah. Kuil yang dibangun pada tahun 798 ini berada di puncak bukit. Dari bagian taman, saya bisa menikmati pemandangan kota Kyoto. Saat itu udara cerah sehingga pandangan hampir-hampir tak terhalang. Masuk ke kompleks kuil tidak dipungut biaya, tiket hanya dipungut bagi mereka yang masuk ke bagian dalam. Kebanyakan pengunjung adalah orang Jepang yang hendak berdoa.

Saya tidak hanya menikmati pemandangan kompleks kuilnya, namun juga perkampungan di sekitar kuil. Di gang-gang tersebut berderet para penjual suvenir, makanan khas Jepang, jimat, serta kedai-kedai teh yang masih menonjolkan aspek tradisi. Sungguh luar biasa negara maju yang satu ini, tidak pernah melepaskan diri dari akarnya!
Kuil Kinkakuji berlapis emas murni. (Olenka Priyadarsani)
Kuil lain yang menjadi favorit saya adalah Kinkakuji, sering juga disebut Kuil Paviliun Emas. Bangunan utamanya terdiri dari tiga tingkat, dengan dua tingkat teratas dilapisi emas murni. Selain bangunan yang dilapisi emas, Paviliun Emas ini juga sangat menarik karena lokasinya di tepi sebuah kolam buatan. Taman di sekelilingnya ditata sangat apik dengan desain zaman Muromachi.

Masih “bersaudara” dengan Kinkakuji adalah sebuah kuil bernama Ginkakuji. Bila Kinkakuji adalah Paviliun Emas, Ginkakuji artinya Paviliun Perak. Sama seperti Kinkakuji, Ginkakuji juga berdiri di tepi kolam dengan dikelilingi taman. Pengunjung dapat mengelilingi kompleks kuil dengan mengikuti jalan setapak tempat kami menikmati keindahan bangunan dan taman-tamannya.
Gerbang Istana Kaisar Kyoto. (Olenka Priyadarsani)
Lokasi lain yang sempat saya kunjungi adalah Istana Kekaisaran Kyoto. Bangunan besar ini berada di tengah sebuah taman — mungkin lebih tepatnya hutan buatan. Dari jalan raya saya harus berjalan melewati jalanan berkerikil. Kompleks hutan istana ini tampaknya menjadi salah satu lokasi favorit masyarakat setempat berlari, bersepeda, mengajak anjing jalan-jalan, atau tempat bermain anak.

Salah satu hal yang sangat mengesankan di Jepang adalah walaupun berada di kompleks yang sudah tua, semuanya tertata rapi dan sangat bersih. Pengunjung sangat banyak, namun tidak terlihat sampah berserakan. Selain itu, fasilitas umum sepeti toilet juga sangat bersih dan modern.

Masih banyak tempat di Kyoto yang sebenarnya ingin saya kunjungi, sayang waktu terbatas. Mungkin lain kali ada kesempatan lagi mendatangi kota cantik di Lembah Yamashiro ini!

Kunjungi juga blog perjalanan Olenka di www.backpackology.me

Mentawai Punya Dua Titik Ombak Terbaik Dunia

TEMPO.CO, Jakarta - Dua titik ombak Lances Right dan Macaronies di Mentawai termasuk 10 titik terbaik di dunia. Ombaknya selalu konsisten
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) bersama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Barat mendukung penyelenggaraan Mentawai International Pro Surf Competition 2013, pada 21 April hingga 29 April 2013 di Pulau Mentawai.
Menurut Dirjen Pemasaran Parwisata, Kemenparekraf, Esthy Reko Astuty, pada 11 April 2013, acara yang diselenggarakan asosiasi peselancar tingkat Asia, Asian Surf Champion (ASC), ini menjadi bentuk eksistensi Kepulauan Mentawai sebagai daerah tujuan wisata selancar dunia.
Acara kompesisi para peselancar profesional ini akan diikuti oleh 43 peselancar. Sebanyak 16 peselancar tingkat atas Asia, empat peselancar dari Tim Raider Ripcurl, tiga peselancar undangan peselancar dunia, dan 20 peselancar lokal terdiri dari komunitas peselancar Mentawai meramaikan perhelatan ini.
Kepala Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kepulauan Mentawai, Desti Seminora dalam pertemuannya di gedung Sapta Pesona, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Jakarta mengatakan, lebih dari 95 persen wisatawan mancanegara datang ke Mentawai.
Sebagian besar peselancar berkunjung selama 10 sampai 15 hari. »Sebagian besar akan melakukan kunjungan berulang, dua sampai tiga kali selama 8 bulan musim surfing dalam satu tahun,” katanya.
»Kebanyakan wisman berasal dari Australia, Amerika, Brasil, Selandia Baru, Jepang, dan Prancis. Sebanyak 84 persen adalah peselancar, 11 persen menyenangi kegiatan petualangan, dan 5 persen adalah periset dari Eropa, ” kata Desti. Gempa dan tsunami pada 2010 tidak menyurutkan minat wisatawan datang.
Angka kunjungan wisatawan mancanegara pada tahun 2012 mencapai 4.560 orang per tahun. Sebelumnya, kunjungan pada 2011 sebanyak 4.010 orang dan pada 2010, sebanyak 3.847 orang. Sementara itu, angka kunjungan wisatawan Nusantara pada 2010 sebanyak 268 orang, pada 2011 ada 120 orang, dan pada 2012 ada 230 orang.
Kepulauan Mentawai memiliki dua titik selancar terbaik dari sepuluh titik selancar terbaik di dunia. »Ada dua spot di Mentawai, Lances Right dan Macaronies, masuk ke dalam 10 titik terbaik dunia. Ombak di Mentawai selalu konsisten,” kata Desti.
Ia menambahkan, ada 71 titik lokasi selancar dengan 49 titik yang masuk kategori eksklusif. »Titik ini dirahasiakan oleh para peselancar, karena menjadi tidak eksklusif lagi kalau terlalu ramai dikunjungi peselancar,” katanya.
Potensi pariwisata Mentawai cukup lengkap, meliputi alam pegunungan, ratusan flora dan fauna endemik (berdasarkan hasil survei WWF-World Wildlife Fund), air terjun, danau, sungai, dan laut. Laut Mentawai menyimpan kekayaan pariwisata. Kekayaan itu dimulai dari 70 lebih spot selancar, 33 areal menyelam, dan 38 lokasi pemancingan terfavorit.
Data dinas kebudayaan pariwisata pemuda dan olahraga kabupaten Kepulauan Mentawai menyebutkan rata-rata pengeluaran turis mancanegara per tahun, pada 2012 berkisar Rp 57 miliar. Pada 2011 rata-rata pengeluaran Rp 50 miliar lebih.
»Kebanyakan wisatawan yang datang dari kalangan kelas menengah, karena untuk sekali kunjungan, selama 10 hari, biaya naik kapal umum Rp 10 juta,” kata Desti.
Akses transportasi menuju Mentawai saat ini hanya bisa dilalui oleh satu kapal feri Ambu-Ambu yang melayani wisatawan dari Padang ke Mentawai. Kapal ini mampu menampung sekitar 500 orang dalam satu kali perjalanan.
Dalam satu pekan, kapal ini hanya sekali berlayar menuju Mentawai. Keberadaan bandara dibutuhkan oleh Mentawai untuk menunjang lokasi tujuan pariwisatanya. Menurut Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, keberadaan bandara sedang diupayakan, sambil menunggu diluncurkan surat keputusan Menteri Keuangan untuk tahun ini.

Sebagai tujuan wisata, ada 14 lebih hotel resor standar internasional dengan kepemilikan penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri di Mentawai. Dan memiliki sektor jasa transportasi wisata kapal peselancar yang mencapai 40 unit lebih.

Gabung gratis dan dapat duit

Punya website/blog!!! Bergabung dengan kumpul blogger. Website / Bisa menghasilkan uang, jangan jadikan website anda tanpa menghasilkan. Bergabung segera, klik link dibawah ini untuk bergabung.

http://Kumpulblogger.com/signup.php?refid=92981

Adsense Indonesia

Visitor


Produk SMART Telecom

iklan

SPONSOR

SPONSOR